Dasar Hukum
Pasal 12, Pasal 19, Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Wilayah Pertambangan;
Tujuan Dan Sasaran
- ruang di permukaan dan di dalam bumi yang memiliki potensi mineral dan batubara;
- Kawasan yang diprioritaskan untuk pertambangan; dan
- keterpaduan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan dengan kegiatan lainnya.
· WP menjadi pedoman untuk penyusunan rencana penetapan WUP, WPR, dan/atau WPN
· Sasaran dalam penetapan WP adalah terbentuknya kesepahaman tentang penggunaan dan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan antara Pemerintah, pemerintahan provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota.
A. PENYELIDIKAN DAN PENELITIAN PERTAMBANGAN
1. Tata Cara Penyelidikan dan Penelitian
· Kewenangan :
(1) Menteri, gubernur, dan/atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan dan/atau eksplorasi dalam rangka penyiapan WP;
(2) Pelaksanaan penyelidikan dan penelitian dilakukan secara terkoordinasi oleh Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenanganya; dan
(3) Penyelidikan dan penelitian dan/atau eksplorasi tidak dibatasi oleh tata ruang.
(4) Penyelidikan dan penelitian dan/atau eksplorasi meliputi:
a. identifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung indikasi dan endapan mineral atau batubara;
b. penghitungan sumber daya dan cadangan mineral atau batubara;
c. informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah;
d. kondisi lingkungan geologi;
e. aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; dan
f. lingkungan hidup.
· Data hasil penyelidikan dan penelitian :
(1) Pengumpulan data hasil penyelidikan dan penelitian dicatat dan disusun untuk setiap wilayah yang dilengkapi dengan batas, koordinat, dan luas wilayah melalui pengaturan sebagai berikut:
a. gubernur menyusun data hasil penyelidikan dan penelitian untuk wilayah provinsi yang bersangkutan melalui koordinasi dengan Pemerintah dan dinas serta instansi lain yang terkait di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan; dan
b. bupati/walikota menyusun data hasil penyelidikan dan penelitian dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan melalui koordinasi dengan dinas dan instansi lain yang terkait di pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(2) Data hasil penyelidikan dan penelitian harus memenuhi kriteria teknis, meliputi:
a. peta geologi;
b. peta geokimia dan/atau peta geofisika;
c. formasi batuan pembawa mineralisasi logam dan/atau batubara;
d. interpretasi penginderaan jauh baik berupa pola struktur maupun sebaran litologi; dan
e. evaluasi data perijinan yang masih berlaku, yang sudah berakhir, dan/atau yang sudah dikembalikan kepada pemerintah dan pemerintah daerah.
(3) Hasil penghimpunan data penyelidikan dan penelitian disajikan dalam bentuk laporan yang dilampiri dengan peta wilayah potensi peruntukan dengan skala minimal yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
(4) Gubernur dan bupati/walikota wajib menyampaikan peta wilayah potensi peruntukan pertambangan kepada Menteri; dan
(5) Peta wilayah potensi peruntukan pertambangan digunakan sebagai bahan untuk perencanaan dan penetapan WP oleh Menteri.
· Pelaksanaan eksplorasi :
(1) Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan eksplorasi di wilayah pertambangan mineral dan batubara Indonesia dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sebagai bahan penyusunan WP dalam rangka penetapan WUP dan/atau WPN;
(2) Pelaksanaan eksplorasi dilakukan secara terkoordinasi dengan gubernur atau bupati/walikota yang bersangkutan;
(3) Hasil penghimpunan data eksplorasi harus memenuhi kriteria teknis, meliputi:
a. peta geologi dan/atau peta geokimia dan/atau peta geofisika formasi batuan pembawa mineralisasi logam dan/atau batubara interpretasi penginderaan jauh baik berupa pola struktur maupun sebaran litologi;
b. evaluasi data perijinan yang masih berlaku, yang sudah berakhir, dan/atau yang sudah dikembalikan kepada pemerintah dan pemerintah daerah.
(4) Gubernur dan bupati/walikota wajib menyampaikan data dan peta wilayah potensi peruntukan pertambangan kepada Menteri;
(5) Data dan peta wilayah potensi merupakan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman evaluasi hasil pelaksanaan penyelidikan dan penelitian pertambangan dan/atau eksplorasi diatur dengan peraturan Menteri.
2. Tata Cara Penugasan
· Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah
(1) Untuk menunjang penyiapan WP dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan, Menteri atau Gubernur sesuai kewenangannya dapat menugasi lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah untuk melakukan penyelidikan dan penelitian pertambangan di wilayah pertambangan mineral dan batubara Indonesia; dan
(2) Dalam hal tertentu Menteri dapat menugasi lembaga/oganisasi yang ditunjuk pemerintah dalam rangka kerja sama antar negara baik multilateral; maupun bilateral.
(3) Menteri dan/atau gubernur sesuai kewenangannya menetapkan wilayah yang akan dilakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penugasan;
(4) Bupati/walikota dapat mengusulkan kepada Menteri atau gubernur sesuai kewenangannya suatu wilayah untuk dilakukan penyelidikan dan penelitian dalam rangka penugasan; dan
(5) Biaya penyelidikan dan penelitian dalam rangka penugasan menjadi tanggung jawab pemberi tugas.
· Tata cara permohonan & persyaratan
(1) Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri atau gubernur untuk mendapatkan peta wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian;
(2) Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah setelah mendapatkan peta wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian, dalam jangka waktu 5 (lima) hari wajib mengajukan kembali permohonan penugasan penyelidikan dan penelitian kepada Menteri atau gubernur;
(3) Lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah yang mengajukan permohonan wajib melampirkan peta wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian, persyaratan administrasi, teknis dan keuangan;
(4) Persyaratan administrasi adalah profil lembaga riset negara dan/atau lembaga riset daerah;
(5) Persyaratan teknis meliputi :
a. rencana teknis kegiatan selama penyelidikan dan penelitian;
b. kemampuan teknis operasional dengan menunjukkan pengalaman di bidang mineral dan batubara minimal 5 tahun; dan/atau
c. mempunyai tenaga ahli di bidang mineral dan batubara.
(6) Persyaratan keuangan adalah rencana kerja dan biaya;
(7) Setiap lembaga riset negara dan/ atau lembaga riset daerah dapat melakukan penugasan penyelidikan dan penelitian satu atau lebih wilayah penugasan penyelidkan dan penelitian.
· Pemprosesan permohonan
(1) Peta wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian menjadi dasar dalam pemprosesan penerbitan penugasan penyelidikan dan penelitian;
(2) Pemprosesan permohonan penugasan penyelidikan dan penelitian menerapkan system permohonan pertama yang telah mendapatkan peta wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian dan memenuhi persyaratan administrasi, teknis dan keuangan mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan penugasan penyelidikan dan penelitian.
· Kewajiban penerima penugasan
(1) Lembaga riset negara, lembaga riset daerah, atau lembaga/organisasi yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan penugasan wajib menyampaikan terlebih dahulu rencana kerja dan anggaran biaya pelaksanaan penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada Menteri dengan tembusan kepada gubernur dan bupati/walikota tempat dimana kegiatan berlangsung;
(2) Pelaksanaan penugasan dilakukan secara terkoordinasi oleh Menteri dan gubernur yang bersangkutan;
(3) Lembaga riset negara, lembaga riset daerah, atau lembaga/organisasi yang ditunjuk pemerintah yang melakukan penugasan wajib menyimpan, mengamankan dan merahasiakan data hasil penugasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Ø Lembaga riset negara, lembaga riset daerah, atau lembaga/organisasi yang ditunjuk pemerintah yang melakukan penugasan wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh kepada Menteri paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya penugasan.
B. WILAYAH PERTAMBANGAN
1. Umum
a) Perencanaan dan Penyiapan Rancangan WP
· Koordinasi
(1) WP terdiri atas :
a. WUP;
b. WPR; dan
c. WPN.
(2) Menteri merencanakan dan menyiapkan rancangan penetapan peta WUP atau WPN dengan skala minimal 1:250.000 berdasarkan data potensi hasil penyelidikan dan penelitian, penugasan dan/atau eksplorasi.
(3) Menteri mengkoordinasikan dengan instansi terkait, gubernur dan bupati/walikota dalam menyusun rancangan peta WUP dan/atau WPN.
(4) Koordinasi dapat dilakukan melalui korespondensi dan/atau rapat ditingkat provinsi atau nasional untuk menyampaikan rancangan peta WUP dan/atau WPN sesuai dengan kriteria penetapan WUP dan/atau WPN.
(5) Menteri menyusun rancangan penetapan peta WUP dan/atau WPN berdasarkan kriteria.
b) Kriteria Penetapan Wilayah Pertambangan
· Kriteria dalam rangka penetapan WP terdiri dari kriteria penetapan WUP, WPR, dan/atau WPN.
· Kriteria :
(1) Kriteria penetapan WUP, antara lain:
a. Peta geologi;
b. formasi batuan pembawa mineral (radioaktif, logam, bukan logam, batuan), dan batubara;
c. singkapan geologi untuk mineralisasi radioaktif dan logam, batubara, bukan logam,dan batuan;
d. data informasi hasil penyelidikan umum dan eksplorasi terdahulu.
e. memiliki indikasi dan/atau potensi sumberdaya mineral atau batubara ;
f. penetapan batas dan sistem koordinat geografis didasarkan pada Datum Geodesi Nasional dengan menggunakan lembar peta rupa bumi Indonesia skala minimal 1:250.000 yang ditetapkan oleh badan yang tugas dan fungsinya dibidang survey dan pemetaan nasional;
g. berada pada kawasan budidaya;
h. memiliki satu atau lebih jenis mineral termasuk mineral ikutannya dan/atau batubara;
i. didalamnya termasuk WIUP yang telah diberikan kepada Pemegang IUP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. tidak harus dalam satu poligon bersama;
k. tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan;
l. tidak tumpang tindih dengan WPR dan WPN; dan/atau
m. merupakan wilayah yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara bekelanjutan;
(2) Kriteria penetapan WPR meliputi:
a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
d. luas wilayah pertambangan rakyat paling banyak 25 (dua puluh lima) hektare;
e. hanya terdiri 1(satu) jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
f. merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan paling sedikit 15 (lima belas) tahun.
(3) WPR tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN;
(4) Kriteria penetapan WPN meliputi:
a. Peta geologi;
b. formasi batuan pembawa mineral radioaktif, mineral logam, dan batubara;
c. singkapan geologi untuk mineralisasi radioaktif dan logam, batubara;
d. data informasi hasil penyelidikan umum dan eksplorasi terdahulu;
e. wilayah yang dilindungi;
f. konservasi;
g. strategis bagi ekonomi.
(5) Penetapan batas dan sistem koordinat geografis didasarkan pada Datum Geodesi Nasional dengan menggunakan lembar peta rupa bumi Indonesia skala minimal 1:250.000 yang ditetapkan oleh badan yang tugas dan fungsinya dibidang survey dan pemetaan nasional.
· Pengumuman :
(1) Dalam menetapkan WUP, WPR, dan WPN, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana penetapan WUP, WPR, dan WPN kepada masyarakat secara terbuka;
(2) Pengumuman rencana penetapan WUP, WPR dan WPN dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kerja;
(3) Pengumuman untuk mendapatkan informasi tentang kepemilikan hak atas tanah permukaan bumi.
· Penetapan :
· Mineral radioaktif
(1) WUP Mineral radioaktif ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari instansi yang tugas dan wewenangnya dibidang ketenaganukliran dan pengusahaannya dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) WUP yang telah ditetapkan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
· Mineral bukan logam dan batuan
(1) Dalam hal untuk mineral bukan logam dan batuan, Menteri dapat melimpahkan penetapan WUP kepada gubernur;
(2) WUP untuk mineral bukan logam dan WUP untuk batuan yang telah ditetapkan disampaikan oleh gubernur secara tertulis kepada Menteri dan bupati/walikota setempat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja;
(3) Menteri dapat menyampaikan WUP untuk mineral bukan logam dan WUP untuk batuan yang telah ditetapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
· Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(1) Untuk kepentingan strategis nasional, Menteri dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan dengan memperhatikan aspirasi daerah menetapkan WPN sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi;
(2) WPN yang ditetapkan untuk komoditas dapat diusahakan sebagian luas wilayahnya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;
(3) Komoditas tertentu antara lain adalah tembaga, emas, timah, besi, nikel, bauksit, dan batubara;
(4) WPN yang ditetapkan untuk konservasi ditentukan batasan waktu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(5) WPN yang akan diusahakan berubah statusnya menjadi WUPK, dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar.
· Konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(1) Bupati/walikota menetapkan WPR setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/kota;
(2) WPR yang telah ditetapkan wajib disampaikan secara tertulis kepada gubernur setempat dan Menteri.
· Penetapan WP disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah nasional setiap 5 tahun sekali oleh Menteri;
2. WIUP Mineral Logam dan WIUP Batubara
· Kriteria
(1) Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP mineral logam dan/atau WIUP batubara dalam 1 (satu) sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan;
c. merupakan bagian proses upaya merubah kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil;
d. kaidah konservasi;
e. daya dukung lindungan lingkungan;
f. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara; dan
g. tingkat kepadatan penduduk.
(2) Kriteria teknis WIUP mineral logam dan WIUP batubara ditetapkan oleh Menteri.
Ø Dalam penetapan WIUP mineral logam dimungkinkan adanya komoditas tambang lainnya yang keterdapatannya berbeda, apabila diusahakan ditetapkan dahulu WUP-nya.
· Penetapan
(1) Menteri dapat menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP mineral logam dan WIUP batubara dalam 1 (satu) WUP.
(2) WIUP mineral logam dan WIUP batubara dalam 1 (satu) WUP terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
(3) Dalam rangka penetapan batas, koordinat, dan luas WIUP mineral logam dan WIUP batubara, Menteri berkoordinasi dengan instansi terkait, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan;
(4) Koordinasi dilakukan dengan gubernur dan bupati/walikota yang bersangkutan berdasarkan kriteria.
3. WIUP untuk Mineral Bukan Logam dan Batuan
· Kriteria
(1) Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP mineral bukan logam dan WIUP batuan dalam 1 (satu) WUP berdasarkan permohonan wilayah yang diajukan oleh badan usaha, koperasi, dan perseorangan.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menerapkan sistem permohonan pertama yang telah memenuhi persyaratan, mendapat prioritas pertama untuk mendapatkan WIUP mineral bukan logam dan WIUP batuan (first come first served).
Ø Dalam penetapan WIUP mineral bukan logam dan batuan dimungkinkan adanya komoditas tambang lainnya yang keterdapatannya berbeda.
Ø Apabila diusahakan ditetapkan dahulu WUP-nya.
· Penetapan
(1) WIUP mineral bukan logam dan WIUP batuan dalam 1 (satu) WUP diberikan oleh:
a. bupati/walikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Menteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Rekomendasi diberikan dalam rangka penetapan batas, koordinat, dan luas WIUP mineral bukan logam dan WIUP batuan.
4. Wilayah Pertambangan Rakyat
· Kriteria
(1) Bupati/walikota menetapkan 1 (satu) WPR berdasarkan kriteria.
(2) Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR.
(3) Dalam rangka penetapan WPR , bupati/walikota berkoordinasi dengan instansi terkait, pemerintah provinsi, dan Menteri, serta berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Koordinasi dan konsultasi dilakukan dengan gubernur yang bersangkutan dan Menteri berdasarkan data dan informasi yang dimiliki Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah yang bersangkutan.
· Penetapan
(1) Bupati/walikota menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPR dalam 1 (satu) WPR berdasarkan permohonan wilayah yang diajukan oleh penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat dan/atau koperasi.
(2) Bupati/walikota wajib menerapkan sistem permohonan pertama yang telah memenuhi persyaratan, mendapat prioritas pertama untuk mendapatkan WIUPR (first come first served).
5. Wilayah Pencadangan Negara
a) Wilayah Usaha Pertambangan Khusus
· WPN menjadi WUPK
(1) WPN yang akan diusahakan berubah statusnya menjadi WUPK.
(2) Perubahan status WPN menjadi WUPK dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri;
b. sumber devisa negara;
c. kondisi wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana dan prasarana;
d. berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
e. daya dukung lingkungan; dan/atau
f. penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar;
(3) WUPK dikoordinasikan dengan instansi terkait, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(4) WUPK ditetapkan oleh Menteri.
Ø 1 (satu) WUPK terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUPK mineral logam dan WIUPK batubara yang berada pada lintas wilayah provinsi, lintas wilayah kabupaten/kota, dan/atau dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
b) WIUPK mineral logam dan WIUPK batubara
· Kriteria
(1) Kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPK mineral logam dan WIUPK batubara dalam 1 (satu) WUPK sebagai berikut:
a. letak geografis;
b. kaidah konservasi;
c. daya dukung lindungan lingkungan;
d. optimalisasi sumber daya mineral dan/atau batubara;
e. tingkat kepadatan penduduk; dan
f. berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berbasis kegiatan pertambangan.
(2) Tata cara penetapan luas dan batas WIUPK dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan gubernur, bupati/walikota sesuai kriteria
(3) Ketentuan mengenai Kriteria diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.
C. DATA DAN INFORMASI
1. Pengelolaan Data dan Informasi
· Mineral Right
(1) Setiap data yang berasal dari kegiatan usaha pertambangan merupakan milik pemerintah.
(2) Pemerintah daerah wajib menyampaikan data usaha pertambangan kepada pemerintah dalam rangka pengelolaan data pertambangan tingkat Nasional.
(3) Pengelolaan data) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
· Pengelolaan data
(1) Pengelolaan data meliputi perolehan, pengadministrasian, pengolahan, penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan data.
(2) Pemanfaatan data digunakan untuk:
a. penetapan klasifikasi potensi dan WP;
b. penentuan neraca sumber daya dan cadangan mineral dan batubara nasional; atau
c. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mineral dan batubara.
2. Sistem Informasi Geografis
· sistem informasi
(1) Sistem informasi geografis dikelola oleh Menteri dalam suatu sistem informasi yang terintegrasi secara nasional.
(2) Sistem informasi yang terintegrasi secara nasional dimaksudkan untuk melakukan penyeragaman mengenai sistem koordinat dan peta dasar dalam penerbitan WUP, WIUP, WPR, WPN, WUPK, dan WIUPK.
(3) Sistem informasi WP dilakukan dengan menerapkan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional.
· peta
(1) Sistem koordinat pemetaan WP menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang mempunyai nilai parameter sama dengan parameter ellipsoid World Geodetic System 1984 (WGS 84).
(2) WP digambarkan dalam peta situasi dengan skala plano A3 dan wajib dibatasi oleh bujur yang sejajar dengan garis-garis lintang dan garis-garis bujur dengan kelipatan 30” (tiga puluh detik) serta menggunakan sistem koordinat geografis.
(3) Peta WP harus menggambarkan batas dan luas WP, kode WP, koordinat, batas wilayah administrasi, informasi status lahan, keterangan peta, lembar peta, skala angka/garis, sumber peta, dan pengesahan peta WP.
· Penerapan sistem informasi
(1) Penerapan sistem informasi WP termasuk dalam menetapkan:
a. 1 (satu) atau beberapa WIUP mineral logam dan WIUP batubara dalam 1 (satu) WUP mineral logam atau WUP batubara; atau
b. 1 (satu) atau beberapa WIUPK mineral logam dan WIUPK batubara dalam 1 (satu) WUPK mineral logam atau WUPK batubara.
(2) Penerapan sistem informasi WP termasuk dalam menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUP mineral bukan logam dan WIUP batuan dalam 1 (satu) WUP mineral bukan logam dan WUP batuan.
(3) Penerapan sistem informasi WP termasuk dalam menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPR dalam 1 (satu) WPR.
· Sistem informasi wajib
(1) Menteri dalam menetapkan WUP, WIUP, WPN, WUPK, dan WIUPK wajib menggunakan sistem informasi WP.
(2) Gubernur dalam menetapkan WUP Mineral bukan logam dan WUP batuan wajib menggunakan sistem informasi WP.
(3) Bupati/walikota dalam menetapkan WPR wajib menggunakan sistem informasi WP.
3. Harga Dasar Data dan Informasi
· penetapan harga dasar
(1) Pemerintah menetapkan harga dasar data dan/atau informasi hasil pengolahan pada WIUP dan WIUPK mineral logam dan batubara.
(2) Data dan/atau informasi meliputi hasil kegiatan penyelidikan dan penelitian serta eksplorasi.
(3) Harga dasar data dan/atau informasi digunakan sebagai salah satu acuan pelaksanaan lelang WIUP dan WIUPK mineral logam dan batubara.
D. KETENTUAN PERALIHAN
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua wilayah pertambangan yang telah diberikan kepada pemegang Kuasa Pertambangan, Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, Surat Izin Pertambangan Daerah, dan Surat Izin Pertambangan Rakyat yang berkaitan dengan penyelenggaraan penataan ruang nasional, penataan ruang provinsi, dan penataan ruang kabupaten/kota yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
E. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan dibidang Wilayah Pertambangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2916) sebagaiman telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4154) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
0 komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik tentunya meninggalkan jejaknya, berikan masukan saran, atau sebuah komentar tentang artikel yang saya posting ini.. 1 komentar kamu, sangat saya apresiasikan.. thank you ;)