Menurut undang-undang No 11 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, pada Bab II pasal 3, mengenai Penggolongan Dan Pelaksanaan Penguasaan Bahan Galian, dimana bahan galian dibagi atas tiga golongan, yaitu:
a. golongan bahan galian strategis
b. golongan bahan galian vital
c. golongan yang tidak termasuk golongan a atau b
Rincian tentang penggolongan bahan galian dijelaskan pada PP No. 27/1980, dimana, :
a. golongan bahan galian strategis adalah:
- minyak bumi, bitumen cair, lilin bumi dan gas alam;
- bitumen padat, aspal;
- antrasit, batubara, batubara muda;
- uraniuam, radium, thorium dan bahan galian radioaktif lainnya;
- nikel, kobalt ;
- timah;
b. golongan bahan galian vital adalah:
- besi, mangaan. Molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan;
- bauksit, tembaga, timbal, seng;
- emas, platina, perak, air raksa, intan ;
- arsen, antimon, bismut;
- ytrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainnya;
- berilium, korondum, zirkon, kristal kuarsa;
- kriolit, flourspar, barit;
- yodium, brom, klor, belerang;
c. golongan bahan galian yang tidak termasuk a atau b adalah:
- nitrai-nitrat, posfat-posfat, garam batu (halit);
- asbes, talk, mika, grafit, magnesit;
- yarosit, leusit, tawas (alum), oker;
- batu permata, batu setengah permata;
- pasir kuarsa, kaolin, felspar, gips, bentonit;
- batuapung, tras, obsidian, perlit, tanah diatomae, tanah serap (fuller s earth);
- marmer, batu tulis;
- batu kapur, dolomit, kalsit;
- granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Maka sebagian besar bahan galian industri termasuk bahan galian tidak termasuk a atau b atau lebih dikenal sebagai Golongan C yang juga sering disebut bahan galian industri dan di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral termasuk dalam Mineral Non Logam, yang di dalamnya termasuk batuan.
Definisi di atas sekarang ini sudah tidak tepat lagi, karena dengan semakin berkembangnya teknologi industri manufaktur menuntut produk-produk bahan galian industri sebagai bahan baku yang mempunyai spesifikasi tertentu (uniform berderajad tinggi), yang untuk memperolehnya kadang-kadang memerlukan proses pengolahan yang panjang dan komplek. Demikian pula dengan batas-batas bahan galian industri sangat sukar ditetapkan, sebagai contoh, bahan galian kromit, zirkon, bauksit, mangan, dan tanah jarang yang merupakan bahan galian logam, namun dapat pula diklasifikasikan sebagai bahan galian industri bila produknya berbentuk mineral yang telah diolah dan digunakan langsung sebagai bahan baku dalam industri manufaktur. Dalam industri manufaktur dan konstruksi, peranan bahan galian industri sebagai bahan baku sangat penting, yang pada umumnya berfungsi untuk memperbaiki mutu ataupun untuk memperoleh produk akhir dengan spesifikasi tertentu. Tidak sama halnya dengan bahan galian logam, dalam bahan galian industri tidak dikenal adanya proses daur-ulang dari produk padat mineral (kecuali gelas), serta tidak ada bahan substitusi selain di antara bahan galian itu sendiri.
Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral sedang mengajukan Undang-Undang mengenai pengaturan Mineral dan Batubara, yang masih berupa konsep dan sudah diajukan ke DPR, dengan terbitnya undang-undang tersebut diharapkan penggolongan bahan galian akan sesuai dengan perkembangan teknologi dan industri yang menggunakan bahan baku bahan galian non logam.
Di Indonesia secara geologi mineral non logam (bahan galian industri) terdapat dalam semua formasi batuan, mulai dari formasi batuan berumur Pra-Tersier sampai Kuarter, baik yang berasosiasi dengan batuan beku dalam dan batuan volkanik maupun berasosiasi dengan batuan sedimen dan batuan malihan.
Mineral non logam sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, bahkan dapat dikatakan bahwa manusia hidup tidak terlepas dari bahan galian itu. Dengan kata lain bahwa mineral non logam sebenarnya sangat vital bagi kehidupan manusia, hampir semua peralatan rumah tangga, gedung, bangunan air, obat, kosmetik, alat tulis dan gambar, barang pecah belah dan lain-lain, dibuat langsung atau dari hasil pengolahan bahan galian tersebut
Sebenarnya mineral non logam tersebar luas di Indonesia, namun pengelolaannya belum berkembang sebagai mana mestinya. Meskipun demikian pengelolaan bahan galian industri di Indonesia mengalami kemajuan cukup pesat. Hal ini sejalan dengan kemudahan dan kebijaksanaan Pemerintah dalam menggalakkan pemanfaatan mineral non logam, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk komoditi ekspor non-migas, sudah banyak pengusahaan mineral non logam yang memberikan sumbangan besar bagi pembangunan nasional, seperti: industri semen, walaupun industrinya masih banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa, yaitu: PT Semen Gresik, Indocement, Semen Kujang, Semen Cibinong (HOLCIM),dan Semen Nusantara; di Pulau Kalimantan: Indo-Kodeco, patungan Indonesia Korea; di Pulau Sulawesi: Semen Tonnasa dan Bosowa; di Pulau Sumatera: Semen Padang, Baturaja dan Semen Andalas (kena bencana tsunami, Aceh) dan Pulau Timor: Semen Kupang. Industri lainnya yang banyak membantu pembangunan nasional adalah dengan bahan baku mineral non logam adalah: industri keramik, industri agregat batuan untuk kontruksi, dari skala kecil sampai skala besar. Serta masih banyak lagi industri, yang mempergunakan bahan baku mineral non logam.
Dengan terbitnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No.25/1999 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom, maka daerah memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya alam agar dapat mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi yang tentunya dalam rangka memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah.
Dalam rangka nilai manfaat pertambangan secara keseluruhan dan menghindari tumpang tindih lahan, lingkungan dan banyak hal lainnya, pemerintah mengeluarkan UU No 4 tahun 2009, Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang merupakan penyempurnaan UU No 11 tahun 1967. Pada BAB VI Pasal 34, Usaha pertambangan :
(1) dikelompokkan atas:
a. pertambangan mineral; dan
b. pertambangan batubara.
(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas:
a. pertambangan mineral radioaktif;
b. pertambangan mineral logam;
c. pertambangan mineral bukan logam; dan
d. pertambangan batuan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Dalam PP No 23 Tahun 2010 dijelaskan mineral bukan logam meliputi intan, korundum, grafit, arsen, pasir kuarsa, fluorspar, kriolit, yodium, brom, klor, belerang, fosfat, halit, asbes, talk, mika, magnesit, yarosit, oker, fluorit, ball clay, fire clay, zeolit, kaolin, feldspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, zirkon, wolastonit, tawas, batu kuarsa, perlit, garam batu, clay, dan batu gamping untuk semen, dan batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsure mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Potensi bahan galian industri (mineral non logam) hampir dijumpai di semua wilayah Indonesia, dari jenis komoditinya mungkin lebih dari 100 jenis, dengan waktu kurang lebih 3-4 jam, baik itu berupa ceramah umum dan diskusi sangat sulit untuk dapat memahami keseluruhan mengenai mineral non logam, untuk itu bahan diklat dibuat secara ringkas, tanpa mengabaikan tujuan dari diklat ini, yaitu peserta (aparatur pemda) memiliki kompetensi dalam evaluasi laporan eksplorasi untuk pelaksanaan tugas fungsinya.
Acuan Evaluasi Pemetaan bahan galian non logam ini mengacu pada :
1. SNI 13-4688-1998, Penyusunan peta sumber daya mineral, batubara dan Gambut
2. SNI 13-4691-1998, Penyusunan peta geologi
3. SNI 13-4726-1998, Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan
4. SNI 13-6606-2001, Tatacara penyusunan laporan eksplorasi bahan galian
5. SNI 13-6676-2002, Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan galian
6. Pedoman umum tata laksana kegiatan lapangan di lingkungan Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral
7. Pedoman teknis inventarisasi sumber daya mineral, batubara dan bitumen padat
8. Pedoman teknis basis data sumber daya mineral non logam
0 komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik tentunya meninggalkan jejaknya, berikan masukan saran, atau sebuah komentar tentang artikel yang saya posting ini.. 1 komentar kamu, sangat saya apresiasikan.. thank you ;)